Adzan
sudah berkumandang. Waktunya pergi ke mesjid. Saat hendak mengambil sajadah,
Ridwan tertegun sejenak. Sajadahnya terlihat lusuh karena terlalu sering
digunakan. Bagaimana tidak. Sajadah itu milik mediang almarhum Ayah. Entah
berapa tahun usia sajadah itu kini. Yang jelas sajadah itu pasti sudah tua. Akhirnya
Ridwan pergi ke mesjid tanpa membawa sajadahnya.
Saat
Ridwan pulang. Ibu sedang menjahit pesanan pakaian tetangga seperti biasanya.
“
Makan dulu, Wan?”seru Ibu.
“Iya Bu.” Lalu membaca bismillah, Ridwan makan
malam dengan lauk seadanya. Setelah selesai, Ridwan membuka-buka buku
pelajarannya. Baru juga 15 menit Ridwan membaca ulang buku IPS-nya, rasa kantuk
menyerangnya. Tak terasa, Ridwan tertidur di atas meja.
Terasa
ada yang menjawil pundaknya. Ridwan terbangun dari tidurnya. Dia menoleh ingin
tahu siapa yang menjawilnya. Wajahnya terkejut ketika dilihatnya sajadah biru
berdiri dibelakangnya dan berkacak pinggang.
“
Kenapa kamu tidak membawa aku saat ke Mesjid?”tanya Sajadah Biru dengan marah.
Ridwan
ternganga saking kagetnya.
“
Kamu tahu tidak ya Ridwan, aku ini warisan Ayahmu. Aku sudah bersama Ayahmu
sejak lama.”tanya Sajadah Biru.
Ridwan
masih terdiam. Lalu Sajadah Biru menariknya dan mendudukkanya ke atas dirinya.
“
Sudah, kamu diam saja dan lihatlah petualangan yang pernah kami lakukan
bersama!”
Sajadah
Biru membawa Ridwan melintasi sabut awan yang tipis. Angin dingin menerpa
pipinya dengan kencang. Tapi Ridwan tidak takut. Ridwan malah merasa senang.
Ditatapnya langit bertabur bintang.
“Sajadah,
bawa aku menuju bintang dong,”teriak Ridwan.
“
Beneran kamu mau melihat bintang yang diatas itu?”tanya Sajadah Biru.
“Bener!
Ayo, cepat bawa aku kesana!”
Sajadah
Biru melesat ke atas langit, dan tambah ke atas lagi. Lampu-lampu bersinar dari
rumah-rumah di bawahnya. Semarak lampu yang berasal dari lampu jalanan dan
lampu neon iklan, berkerlap-kerlip dengan indahnya. Bumi terlihat bagai taman
hiburan yang penuh dengan lampu. Ridwan tersenyum. Dalam hidupnya ia tidak
pernah merasa gembira seperti ini. Apakah dulu Ayahnya mengalami hal yang ia
rasakan saat ini?tanya hati kecil Ridwan.
“ Allah telah memberikan karunia buat anak
yang soleh, yang selalu sholat dan pergi ke mesjid dengan penjagaan malaikat.
Aku yang menjadi saksi bahwa Ayahmu yang selalu pergi ke Mesjid untuk sholat
berjamaah, dijaga oleh malaikat. Malaikat itu mengajaknya terbang ke angkasa
seperti yang kau lakukan saat ini.”
“
Lalu mengapa bukan malaikat yang
mengajakku terbang?”tanya Ridwan
“Aku
meminta pada Allah agar bisa mengajakmu terbang. Aku ingin memberitahumu, jika
kau terus membawa aku ke Mesjid, maka pahala akan mengalir untuk Ayahmu.”
Ridwan
terdiam. Tiba-tiba terasa ada yang menjawil pundaknya. Namun kali ini
jawilannya tidak keras. Ridwan menoleh ke belakang. Dilihatnya wajah Ibu.
“Ibu?
Ibu ikut terbang juga?”
Ibu
menatapnya dengan heran.
“Ikut
terbang apanya? Ayo tidur dikamarmu! Nanti badan kamu sakit kalau tidur di atas
meja seperti ini!”
Ridwan
tersentak. Dia tidak terbang ke langit. Dia tidak melayang di antara awan.
Tapi, kok pipi dan wajahnya terasa dingin?
Ridwan menatap sajadah biru yang tersampir di kursi. Dia teringat akan
kata-kata terakhir yang diucapkan Sajadah Biru. Jika dia terus membawa sajadah
biru ke Mesjid, maka pahala akan mengalir untuk Ayahnya. Ridwan tersenyum.
“
Aku akan selalu membawamu ke Mesjid, sajadah biru, selalu,” janji Ridwan.(rinz)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar