cerita pendek
Roni menata meja dan
kursi-kursi. Kursi bermotif kotak-kotak warna biru dengan tepian warna putih
serasi itu telah selesai dilapnya. Setiap satu meja terdapat empat kursi dengan
bantalan duduk motif yang sama dengan mejanya. Bambu Jepang yang tumbuh tinggi
semakin meneduhkan halaman Kafé itu. 2 pohon cemara berdiri anggun di sisi kiri
dan kanan halaman Kafé bak 2 orang penjaga.
“ Ah, kembali lagi ke Love Cafe,” pikirnya senang.
Roni dengan teratur kembali
ke Kafé itu untuk menjadi pelayan paruh waktu. Upahnya lumayan menambah uang
sakunya. Kuliah di Imperial College
London membutuhkan banyak dana. Dana yang tidak sedikit buat anak dosen seperti
dia. Setahun kemarin ayahnya masuk rumah sakit karena serangan stroke. Kini
ayahnya berada di rumah dengan keadaan badan setengah lumpuh. Otomatis, beliau
tidak bisa lagi bekerja dan menafkahi keluarganya. Padahal, orang yang
mendorongnya melanjutkan pendidikannya di Imperial College London, adalah
ayahnya.
“Kamu pintar Ron,
otakmu encer . Kamu bisa masuk ke Imperial College London itu merupakan suatu
mukjizat terbesar buat kita. Walaupun ayahmu ini hanya dosen, tapi kamu harus
menjadi orang yang bisa melebihi ayah. Pergilah ke Imperial College London.
Pergilah ke Inggris. Kalau perlu, pergilah ke seluruh dunia. Jadikan masa
mudamu sebagai jejak kedewasaan mu.”
Dan disinilah dia
berada. Inggris. Di Imperial College London sebagai seorang mahasiswa jurusan kedokteran.
Imperial College London merupakan salah satu universitas bergengsi di negeri
Pangeran Charles dan Ratu Elizabeth ini. Perguruan tinggi ini merupakan
universitas terbaik ke-5 di tahun 2009. Walaupun untuk kuliah disana, dia harus
meninggalkan semuanya di Indonesia, Keluarga, karir modelingnya, dan juga Ayu,
tunangannya.
Add caption |
“Wah, calon dokter kita
kerja keras juga rupanya. Tidak disangka, mantan model majalah mau juga kerja
disini,”ujar Dhef Chopra kagum.
Roni tersenyum menatap pasangan suami istri
itu. Dia sangat berterimakasih kepada
mereka. Bukan hanya pekerjaan paruh waktu yang dia dapatkan di Love Café ini, namun juga kehangatan keluarga. Dia
diperlakukan dengan sangat akrab oleh Dhef Chopra dan Maharani Chopra. Mereka menjadi warga negara
Inggris sejak 15 tahun lalu. Mereka sudah menikah selama 10 tahun tapi belum
dikarunia anak. Untuk mengusir kebosanan pada diri Maharani Chopra yang ternyata seorang
Enterpreneur keluaran Imperial College London juga, maka didirikanlah Love Kafé.
Love Kafé terletak di Kampus South Kensington Level 1 Gedung Sherfield yang memilki menara. Kafé ini menyediakan makanan India dan makanan
Internasional lainnya. Maharani sendiri yang meracik bumbu masakannya. Soal rasa,
Roni yang memiliki lidah Indonesia saja sangat menyukainya.
Menara Ratu itu
tingginya 287 kaki, terbuat dari batu gamping dan atapnya dibentuk menyerupai
kubah. Ada 324 anak tangga dari lantai dasar sampai lantai dibawah kubah
menara. Anak tangga itu berbentuk spiral keatas. Dan disanalah pertama kali ia
melihat gadis manis berambut ombak sepunggung. Jaketnya berwarna biru neon, dan
celananya jeans biru donker. Dia sangat cantik ketika terkena tiupan angin
hujan dibelakang siluetnya. Hujan membuat gadis manis itu, kedinginan rupanya.
Tangannya yang lentik digosok-gosokannya sambil matanya tetap menatap hujan
yang memukul jendela menara. Dia sedang duduk di anak tangga terakhir, menatap
hampa ke pemandangan sekeliling kampus. Roni segera berlari ke lantai dasar,
tempat Kafenya berada. Dia menuang segelas besar coklat panas di gelas kertas
terbesar yang bisa ditemukannya, kemudian menaburi kayu manis diatas busanya. Roni
kembali ke tempat dimana dia melihat gadis manis itu, secepat yang kakinya
bisa. Sampai disana, sosok gadis manis itu telah menghilang. Dengan gontai dan
hati masygul, Roni mendekati jendela menara dan melihat hujan yang mengguyur
gedung-gedung Imperial College London. Diminumnya perlahan coklat panasnya. Dan
saat itulah dia melihat dompet berwarna merah jambu dengan merek Louis Viton,
tergeletak di anak tangga. Roni meletakkan gelas kertasnya di lantai, seraya
mengambil dompet itu. Di dalam dompet dia mencari kartu mahasiswa. Kemudian
Roni tersenyum. Foto gadis manis itu ada disana. Namanya Nita Tunggal Waluyo.
Roni membaca tulisan
hasil kuliahnya tadi disebuah bangku taman yang panjang. Udara dingin membuat
nafasnya beruap. Bahkan bangkunyapun masih terasa basah sisa hujan semalam. Ditatapnya
kampus jurusan Bisnis itu dengan hati
berdetak kencang. Apa yang akan dikatakannya pertama kali pada Nita?
“Hai, saya Roni, kemarin saya menemukan dompet anda terjatuh di tangga
menara, ini, silahkan dicek. Ada yang kurang? Oh kurang seribu pound? I’m
terribly sorry, I just found your wallet. Mungkin uang yang kurang itu anda
belikan sepatu atau baju mungkin?”
Roni menggelengkan
kepalanya. Dasar bodoh! Rutuk dirinya. Dibuka kembali buku catatannya. Tapi
secepat kilat ditutupnya lagi. Saat ini benaknya dipenuhi dengan gadis itu. Ia
tidak mungkin bisa membaca catatannya yang amburadul saking cepatnya menulis. Roni
mendengus. Dimasukkannya kembali buku
berharga itu ke dalam tas ranselnya. Ekor matanya menangkap serombongan
mahasiswa keluar dari gedung kampus. Dengan cermat diperhatikannya setiap gadis
yang berrambut ombak sepunggung. Dadanya berdesir ketika sosok yang dicarinya itu
berjalan ke arah Love Kafé. Tanpa menunggu lagi, Roni melompat bangkit dari
bangku dan membuntuti gadis itu.
Nita memasuki Love Kafé,
memesan minuman pada Dhev di meja konter, membayarnya, lalu duduk di sebuah
kursi dengan meja menghadap jendela. Dia sendirian. Yah inilah kesempatannya.
Roni memasuki Love Café, tersenyum pada Dhev yang membelalakkan mata padanya.
”Hey, kamu libur hari
ini bukan? Mengapa kamu kesini?”tanyanya dalam bahasa Inggris.
Roni menghampirinya
seraya berbisik,
”Masalah gadis Dhev,
“bisiknya. Dhef tertawa.
Roni memesan Coffelate dan sepiring siomay
ayam pedas dengan saos tomat. Perlahan dia menghampiri meja dimana Nita berada.
Dia kemudian berdehem. Nita menoleh ke arahnya.
“Hai, aku Roni, boleh
aku duduk disini?”pinta Roni. Nita menatapnya sejenak sebelum mengangguk. Roni
meletakkan gelas Coffelate dan sepiring siaomay diatas meja.
“Kemarin kamu pergi ke
menara kan?” tanya Roni.
Nita melihatnya lagi.
Lebih lama kali ini.
”Apa mau kamu?” sahut
Nita dingin.
Roni tersenyum. Dia
merogoh kedalam tas ranselnya dan mengeluarkan dompet berwarna merah jambu itu.
Mata Nita membesar lalu menatapnya bergantian.
“Dimana kamu menemukan
dompet saya?”tanya Nita lagi.
Kali ini ada keriangan di nada suaranya. Roni
lalu menjelaskan segala sesuatunya. Mereka akhirnya mengobrol tentang segala
hal. Tentang Nita, tentang Roni, alasan keduanya kuliah di ICL, kebingungan
Nita ketika ia menyadari dompetnya hilang, tapi dia tidak mengatakan alasan
mengapa dia naik ke menara hari itu. Roni lupa menanyakannya. Dan dia tidak mau
menanyakannya. Yang dia tahu adalah wajah gadis itu ada di depannya. Dia tidak
akan repot-repot menanyai Nita mengapa dia di menara Ratu kemarin.
Sejak saat itu mereka
semakin dekat. Roni bisa melupakan kerinduaan pada keluarganya dengan berbagi rasa
dengan Nita. Roni juga melupakan rasa rindunya untuk Ayu, tunangannya sejak
setahun yang lalu. Yang ada di hatinya sekarang hanyalah perasaan bahagia karena bisa dekat
dengan Nita, gadis manis berrambut ombak sepunggung. Nita adalah gadis yang
bebas mencurahkan isi hatinya. Dia tidak segan mengkritik pendapat-pendapat
Roni jika mereka sedang berdiskusi tentang suatu hal. Kelugasan dan kecantikan
Nita membuat diri Roni tertawan pada jurang cinta. Hatinya dipenuhi oleh Nita
dan Nita. Jika sehari tidak bertemu, Roni merasa ada sesutau yang hilang dalam
hidupnya hari itu. Hape dan facebook bahkan tidak bisa menuntaskan dahaganya
akan kehausannya menatap wajah Nita.
Bahkan kuliahnyapun tidak terlalu menarik
hatinya lagi. Karena keenceran otaknya saja, setiap ujian dia mendapat A,
paling jelek B. Hanya saja saat ujian praktek, dia salah mendiagnosa dan
mendapat teguran keras dari Roger Moore, asisten dosennya.
” Jika dalam kenyataan
kamu salah dan mengakibatkan kematian seseorang, apa yang akan kamu lakukan?
Coba lebih fokus dan teliti lagi Tuan Roni. Menjadi dokter mainannya adalah
nyawa, kau tahu itu?” tegur Roger Moore.
Add caption |
Roni mengerti menjadi
dokter besar tanggung jawabnya. Dan dia juga mengerti seharusnya dia lebih fokus
pada kuliahnya lagi. Tapi Nita terlalu dicintainya. Dia tidak kuasa berpisah
dengannya walau seharipun. Nita menyambut perasaan Roni dengan kadar yang sama.
Dia jatuh cinta pada Roni ketika merasa Roni mencintainya. Dan cinta itu sangat
berharga dari apapun. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka. Dan atas nama
cinta, pada suatu malam berhujan, Nita memberikan mahkotanya yang paling berharga dalam dirinya untuk Roni.
Dan pengorbanan itu disambut dengan rasa cinta dan sayang yang semakin mendalam
dari Roni. Mereka selalu berdua kemana-mana. Tak terpisahkan. Yang tengah
dimabuk cinta memang tidak pernah
perduli pada sekelilingnya. Tidak pada nilai ujian keduanya yang anjlok
semester itu, tidak juga pada hujan yang seakan tidak akan berhenti turun dari langit London.
Hingga surat itu
menyuruhnya pulang ke Jakarta. Ayahnya masuk rumah sakit lagi. Kali ini lebih
parah. Dia harus pulang. Hati Roni mencelos. Hatinya terbagi antara pulang ke
Jakarta atau menemani Nita. Namun tiket pulang terselip di surat itu. Dan
tanggalnya besok. Dia harus berkemas-kemas dan memberitahu pihak kampus soal
itu. Maka malam itu, Roni memeluk Nita lebih erat dan lebih lama dibanding
sebelumnya. Nalurinya seakan merasa bahwa ini adalah pelukan terakhir mereka.
Namun Roni tidak kuasa untuk mengatakan masalah surat dan ayahnya pada Nita.
Tidak bisa. Lidahnya kelu tiba-tiba jika dia hendak berbicara tentang
kepulangannya ke Jakarta. Jadi, dia hanya bisa memeluknya lebih erat sekarang.
Saat dia masih disini. Saat mereka masih ada dalam alam mimpi.
Setelah kebersamaan
mereka itu, keesokan harinya Roni berada dalam pesawat yang membawanya ke
Jakarta. Ada tangis, ada penyesalan karena tak kuasa mengatakan yang sebenarnya
pada kekasihnya itu. Walaupun dia tahu, dia akan menghancurkan hati seorang
wanita yang teramat mencintainya. Roni telah memilih Ayahnya. Namun di hatinya
terselip tekad. Setelah urusan dengan sang Ayah selesai, ia akan mencari Nita. Akan
menikahinya. Akan bersama dengannya selama sisa hidupnya. Airmata begulir dari
ujung matanya. Satu persatu.
4
tahun kemudian
Hujan turun membasahi
tanah Jakarta. Gerimis itu tidak mampu mendinginkan perasaan seorang pemuda
yang tengah remuk redam. Pemuda itu bersembunyi di balik pohon Mahoni yang ada
di halaman Rumah Sakit Jiwa Polri. Jubah putihnya ternoda cipratan lumpur yang
tercipta karena genangan air hujan. Roni menatap gadis yang sedang duduk itu.
Gadis manis itu berambut panjang berombak
sepunggung. Mata besarnya menatap kosong pada langit biru. Semua itu membuat
hati Roni tercabik-cabik sakit.
“Dulu
gadis itu miliknya. Dulu gadis manis itu selalu berada disisinya. Kata-katanya
yang lembut dan menenangkan, pernah terngiang di telinganya. Dan rambut indah
itupun pernah dibelainya.”batin Roni. Mata Roni kini
berkaca-kaca. Akhirnya satu tetes airmata itu bergulir dipipinya kemudian jatuh
ke rerumputan, bersatu dengan tetesan air hujan sore itu.(rinzay)
Add caption |
Biodata penulis:
Name : Reny Sri Suryani Nama pena:
Rinzaycruise
Address : Jl.Padat karya Kampung Utan Jaya RT05/RW03 no. 26b depan Mesjid Jami Baiturrahman, Kelurahan Pondok jaya , Kecamatan Pancoran Mas, Cipayung Depok 16438 |
|
Sad ending. Gadisnya menjadi gila :(
BalasHapusintinya kalau cinta jangan terlalu berlebihan,makasih udah mau baca dan singgah di blog saya yg sederhana ini
BalasHapuscerita yang bagus, Mbak. Keep Writing!
BalasHapus