Rabu, 11 Desember 2013

MENCIPTAKAN KARAKTER DINAMIS dan MEMILIH SUDUT PANDANG EFEKTIF



 

 MENCIPTAKAN KARAKTER DINAMIS dan MEMILIH SUDUT PANDANG EFEKTIF

 Tanggal 11 Desember 2013, telah berlangsung seminar kepenulisan dengan tema Crafting Dynamic Caracter and Effective Viewpoint di CafeS28,  yang bertempat di jalan Sulanjana no 28, 40115 Bandung. Pembicara adalah Ary Nilandari, seorang penulis buku yang malang melintang dalam dunia kepenulisan nasional maupun internasional. Beliau adalah anggota SCWBI(Society of Children's Book Writers and Illustrators) Indonesia. The Society of Children's Book Writers and Illustrators (atau yang dikenal dengan singkatannya, SCBWI) adalah sebuah lembaga nirlaba yang menjadi salah satu organisasi penulis dan ilustrator terbesar yang pernah ada. SCBWI merupakan satu-satunya organisasi profesional yang khusus mewadahi orang-orang yang menulis dan mengilustrasi untuk anak dan remaja di bidang sastra, majalah, film, televisi, dan multimedia untuk anak. Acara ini juga dihadiri oleh para penulis buku, ilustrator,blogger, ibu rumah tangga, dan penerbit.

Dalam Lokakarya Kepenulisan yang bertema tentang pentingnya Menciptakan Karakter Dinamis dan Memilih Sudut Pandang Efektif ini, Ary Nilandari memaparkan peran sebuah karakter dalam sebuah cerita. Cerita yang menarik, tidak hanya bergantung pada plot. Pembaca juga menuntut tokoh utama yang berkesan dan tidak mudah terlupakan. Pemilihan karakter, sudut pandang efektif dan konsisten, akan memberikan kedalaman pada sebuah cerita. Melalui presentasi dan simulasi, workshop ini memberi para penulis ataupun calon penulis, pemahaman yang lebih baik dan kepercayaan diri dalam mengeksploitasi dua elemen fiksi tersebut.
Ary Nilandari mencontohkan karakter-karakter besutan buku luar, yang sukses bertahan, walau sudah beberapa tahun dicetak dengan beragam versi cerita. Dr. Seuss, The Cat In The Hat, Peter Rabbit, Bigu, Baby Howard and crayon purple, adalah sebagian contoh karakter kuat yang diciptakan oleh para penulis barat dalam buku cerita mereka. Para karakter kuat itu bisa menggiring pembaca pada plot, setting dan style menulis. Bahkan Baby Howard sendiri telah dicetak hingga 50 tahun! Padahal ceritanya sederhana, dan warna yang dipakai pun hanyalah warna ungu dari krayon yang dipakainya.
Karakter utuh itu memiliki sikap, latarbelakang, motif diciptakan, memiliki kekuatan dan kelemahan, memiliki masalah, bergerak,berpikir, merasa, berbicara, berubah, tumbuh dan berkembang. Setiap karakter  harus memenuhi target pertanyaan yaitu: mengapa, bagaimana, bertukar, emosi, dan juga sentuhan pribadi.
Menurut ibu beranak dua dan bertempat tinggal di Cijerah Bandung ini, sebuah karakter haruslah memperkaya batin, empati, perenungan, identifikasi diri, kesan mendalam dan thougt provoking. Sehingga cerita yang dihasilkan akan menjadi seru, cepat, tidak membosankan, berkesan, dan meninggalkan gaung.
Ary Nilandari memberikan hal-hal yang harus dimiliki dalam pembentukan karakter dalam Picture Books, yaitu:
-Fokus pada satu tokoh utama
-Karakterisasi visual
-Serial=penguatan
-Mewakili anak, sudut pandang anak, berpihak pada anak
-Kerja sama penulis dan ilustrator
Dalam tahap Development Sample, para ilustrator diharuskan menggambar berbagai gambar karakter dalam setiap angle.
Tapi dalam pembentukan karakter dalam cerpen, Mbak Ary menambahkan, bahwa aspek yang membangunnya yaitu:
-Fokus pada satu tokoh utama
- Tidak ada ruang untuk semua detail
- Pilih karakterisasi yang paling relevan untuk plot.
Karakter itu sendiri memiliki beberapa jenis yaitu:
* Round Character: Karakter utuh dihadirkan detail dan pembaca dapat melihat dan membayangkan semua sisinya. Biasanya protagonis dan antagonis dalam cerita. Contoh: Frodo Baggins, Harry Potter, Lord Voldemort.
* Flat Character : Karakter dua dimensi, pembaca hanya dapat melihat sebagian sisinya. Biasanya muncul di latar belakang. Penampilan bisa detail tetapi karakterisasi tidak terlalu ditonjolkan. Contoh: Molly, Ibu Ron Wesley. Albert, pelayan Bruce Wayne.
* Dynamic Character: Karakter dinamis adalah yang mengalami perubahan sepanjang plot. Perubahan dalam pemahaman, komitmen, nilai-nilai yang diyakini. Contoh: Aubrey, Love, Aubrey, karya Suzane La Fleur.
* Static Character:Karakter statis yang tidak mengalami perubahan sepanjang plot. Biasanya menjadi karakter di latar belakang atau sekunder sebagai pelengkap plot. Contoh: guru, pembantu rumah tangga, sopir.
* Stock Character: Biasanya karakter stereotipe. Mengandalkan stereotipe di masyarakat untuk karakterisasi, bahasa, penampilan, dan cara berbicaranya. Contoh: preman, geng motor, pengemis jalanan.
Karakter juga memiliki berbagai pandangan dari mata karakter lain. Tokoh A yang pelit pada sepupunya, belum tentu dipandang pelit oleh pemilik Klinik Hewan yang selalu menerima sumbangan dari si tokoh. Begitu juga dengan padangan beberapa karakter lain dalam suatu cerita.
Karakter juga memiliki posisi penting dalam cerita. Misalnya:
a.       Karakter-POV: Karakter yang dijadikan narator, penutur cerita
b.      Protagonis: Karakter utama, pemeran utama dalam cerita
c.       Antagonis: Antagonis bertugas menghalangi protagonis mencapai tujuannya.
d.      Pelengkap/sekunder:Tokoh-tokoh minor yang diperlukan untuk melengkapi. Tidak diberi jatah bertutur dari sudut pandangnya.
Karakter juga mempunyai Fungsi:
-Alat bagi pembaca untuk memahami cerita
- Pengendali plot
-Penentu Setting
-Penentu Style
-Perantara voice penulis
Karakterisasi juga memiliki teknik:
1.      Narasi dari narator/dari mata karakter lain
2.      Backstory
3.      Flashback
4.      Monolog
5.      Dialog
6.      Action/reaction
Sedangkan pembahasan tentang Point of View dibahas serentak setelah materi Karakter usai.
Point of View adalah posisi atau perspektif darimana suatu hal diamati, dipertimbangkan, dan dievaluasi. Point of View ini juga memiliki posisi dan perspektif bagi pembaca untuk melihat dunia. Penulis menyediakan sudut bagi pembaca untuk melihat dan mendengar apa yang terjadi. Dalam memilih Point of View kita harus mempertimbangkan:
a.       Siapa yang paling menderita
b.      Siapa yang akan hadir pada klimaks
c.       Siapa yang paling sering muncul dalam adegan
d.      Siapa yang paling berpotensi menyediakan tinjauan menarik terhadap cerita
e.       Kepala siapa yang paling ingin anda masuki.
Dalam membuat cerita, kita harus memilih sudut pandang orang ke berapa yang yang akan anda berikan dalam cerita. Sudut pandang itu terdapat beberapa jenis:
1.      Orang pertama: aku melihat dan merasa
2.      Orang kedua: kau melihat dan merasa
3.      Orang ketiga: dia melihat dan merasa
4.      Omniscient, misal:
-Objective: Dia pergi. Diana datang. Anton tetap di rumah
-Subjektive: Dia pergi sambil menahan tangis. Diana datang tergesa, pikirannya masih kacau. Anton tetap di rumah, merasa paling malang sedunia.
-Sesekali suara penulis terdengar, menyapa pembaca langsung. Tahukah kamu? Begitulah, kukira.
1. Orang Pertama selalu menempatkan penuturannya dengan menggunakan kata ganti orang pertama, yaitu aku. Dengan menggunakan pendekatan orang pertama, pembaca diajak menjadi tokoh aku yang mengalami kejadian dan merasakan emosi. Dengan menggunakan kata ganti orang pertama, maka bertutur si penulis akan lebih natural karena bahasa yang digunakan adalah baasa individual. Tapi sudut pandang orang pertama ini juga memilki beberapa kelemahan, yaitu sudut pandang aku akan terbatas ruang lingkupnya. Hal-hal yang tidak dilihat atau dirasa oleh si aku, tidak bisa diceritakan,  tidak boleh disembunyikan. Dengan menggunakan sudut pandang aku, maka kita harus berhati-hati, karena dengan menjadi si aku, penulis menjelmakan diri seluruhnya, padahal karakter penulis dan tokoh bisa jadi berbeda(tidak objektif)
2. Orang kedua: terlalu puitis dan muluk untuk dipakai dalam sebuah cerita
3. Orang ketiga selalu menempatkan Dia atau Nama dalam menuturkan cerita. Dengan menggunakan kata ganti orang ketiga, penggambaran bisa dilakukan dari luar dan dalam. Fleksibel. Contoh: Dia menendang kursi.  Keterlaluan!
                                                    Fani membanting pintu. Biar dia tahu, pikirnya.
Dengan menggunakan kata dia atau nama, maka penulis memiliki pandangan objektif atau memiliki jarak aman dengan pembaca dalam menuturkan cerita. Multiple POV bisa memberi perspektif dari berbagai karakter.
4.Omnicient, menggunakan sudut pandang intrusi penulis sebagai narator. Interpretasi penulis terhadap cerita keseluruhan. Konteks lebih luas, presentasi lebih kaya dan fragmentasi atau jumping head to head beragam. Jarak dengan pembaca semakin lebar.Dengan menggunakan omnicient, jelas sekali fiksinya, dan berkurang sense”real”(nyata).
Untuk menambah wawasan kepenulisan, dalam Lokakarya Kepenulisan ini dipamerkan juga Picture Book yang beragam dan pernah dibeli oleh Mbak Ary yang kelahiran Malang ini. Beberapa judul buku yang menarik penulis adalah:
1.      Madlenka: Picture Book yang unik dengan beberapa Point of View yang memiliki tema sederhana tentang tanggalnya gigi.
2.      Wolf: Picture Book yang seru dengan tema Serigala. Membaca buku ini akan sangat mengasyikkan bagi buah hati anda.
3.      Dari Batu Ke Batu: Picture Book hasil karya Mbak Ary Nilandari, yang bertema tentang seekor kodok yang memakai blankon dan batik
4.      Barongan kecil:Picture Book hasil karya Mbak Ary Nilandari yang mengangkat tema Reog Ponorogo.(suryani rinz)



Tidak ada komentar:

Posting Komentar