Rabu, 09 Oktober 2013

cerita bersambung: MERINDU ARTI



       




http:// rinzaypenuliscerpen.blogspot.com.MERINDU ARTI/09/10/2013                  

Lusi terdiam menatap tumpukan toples kue kering yang siap dikemas ke dalam kardus coklat. Tenaganya hampir habis. Sekarang dia sangat lelah. Lelah yang berkali-kali lipat bertambah ketika tahu bahwa Rasti, kakaknya, menerima lagi pemesanan kue kering lewat internet. Dan itu artinya dia tidak bisa santai menjalani puasa.
Mungkin seharusnya ia senang usaha kue kering dan bolu-nya laku keras. Kebanyakan memang teman-teman Rasti, tapi jika kue kering yang dibuatnya tidak enak, mana mungkin mereka berulangkali memesan?
Hanya saja, sejak dirinya sibuk melayani pemesanan yang bejibun, sholat sunnah Dhuha-nya keteteran. Membaca Quran saja hanya dua halaman. Apalagi menghafal Quran seperti kebiasaannya sebelum bulan puasa tiba.  Dia bahkan tidak bisa berjalan-jalan lagi ke Mesjid Istiqlal.
“ Lus, udah beres belum  pesanan Mitha?” Tanya Rasti.
Hp-nya melekat di telinga, sedangkan tangannya di atas keyboard laptop. Wajahnya berkerut serius.
Lusi tersadar dari lamunannnya.
“ Lagi dikerjain nih. Jam berapa diambil?”
“ Jam 2 siang.  Minah ama Eti lagi nyetak kue apa sekarang?”
Lusi menghentikan kesibukannya memasukkan toples-toples. Otaknya sedang berpikir adonan kue apa yang tadi pagi di buat-nya. Lusi berseru lega.
“ Kue Choco chip ama  Kaastengels. Memangnya kenapa?” Tanya Lusi was-was.
“ Engga, ada orang Depok order nastar ama Oreo candy. Order dua lusin. Besok di ambil. Bisa buat sekarang engga?” ujar Rasti.
Lusi termangu.
“ Ka, bukannya kita sudah sepakat sesudah tanggal 15 tiddak akan ada lagi pemesanan? Aku capek nih! Minah sama Eti juga udah pada nanyain kapan libur. Untung penjualan juga sudah lumayan kan? Kenapa masih terima orderan?” rajuk Lusi .
Rasti menatap adiknya dengan pandangan aneh.
“ Ini kesempatan buat kita Lusi. Mumpung banyak orang suka kue kering buatan kamu. Ini jalan kita buat sukses, berwirausaha, hidup mandiri tanpa meminta uang saku pada Papa.”
“ Iya , tapi, aku capek! Sejak dua bulan yang lalu aku bergaul dengan tepung terigu, gula, telur, toples, dus. Mungkin jika ada oven gede aku bisa memanggang diriku sendiri di oven saking baunya dengan adonan kue.”
Rasti tertegun. Tidak biasanya adiknya merajuk seperti ini. Dengan berat hati dia menutup hp-nya.  Dihampirinya Lusi yang sedang bersila di depan kardus coklat.
“ Bukankah kita sudah sepakat akan mengunjungi Mama Lebaran ini? Ongkos kesana mahal Lus. Kita engga bisa minta uang saku ke Papa. Papa pasti engga akan pernah mengizinkan kita   mengunjungi Mama. Dengan jualan kue kering dan menabung keuntungannya, kita bisa mengunjungi Mama tanpa membuat Papa marah. Mengerti kan Dik?”
Lusi menundukkan kepalanya. Memang tiga bulan yang lalu mereka kebingungan mencari ongkos agar bisa mengunjungi Mama mereka. Rasti yang tahu benar kue buatan Lusi memang enak, mengusulkan kalau mereka membuka usaha kue kering saja. Soalnya dia juga penggemar berat kue-kue buatan adiknya itu. Berulangkali dia berpikir dan tetap tidak mengerti bagaimana Lusi bisa sangat pandai dalam hal masak-memasak apalagi membuat kue-kue.
 Papa adalah seorang Arsitek yang sering bepergian. Papanya buta tentang masak-memasak. Mama mereka adalah seorang aktris terkenal yang sering sibuk di depan kamera untuk membintangi sinetron daripada masuk dapur dan memasakkan anak-anaknya makanan. Kedua orang tua mereka berpisah karena kesibukan masing-masing. Tinggal mereka berdua saja di rumah mereka yang berlantai tiga, dengan kolam renang dan taman teduh hasil rancangan Papa mereka.
Sebenarnya mereka tidak harus bersusah-payah berjualan. Kartu Atm dan kartu kredit pemberian Papa mereka bisa mencukupi kebutuhan mereka tanpa harus bersusah payah. Sebuah SUV pemberian Mama mereka ada di garasi siap mereka gunakan kemana saja mereka mau. Tapi Rasti dan Lusi sejak kecil diasuh oleh Kakek-Neneknya. Walaupun mereka dibilang anak orang kaya, Mereka diajari untuk tidak boros, suka bersedekah, rendah hati, dan gemar menabung. Mereka juga diajarkan membaca Al-Quran dan menghafalnya. Ajaran mereka yang lembut dan penuh kasih sayang, tertanam kuat dalam otak kedua kakak-beradik itu. Kehadiran Kakek-Neneknya-lah yang dulu menyatukan Papa dan Mama mereka. Kini setelah keduanya meninggal dunia, kedua orang tua mereka pun berpisah.
“ Aku janji deh. Sesudah hari ini kita tutup orderan. Walaupun yang mesan banyak banget!” ujar Rasti.
“Beneran?”
Rasti mengangguk mantap.
“ Kalau bohong, aku engga mau buat adonan kue lagi. Aku juga mau meliburkan Minah dan Eti. Kakak mau meliburkan Mbok Iyem kan? Sekalian tolong amplopin THR buat mereka ya? Aku mau   buat adonan kue dan coklat dulu.”
Rasti menarik nafas lega lalu mengangguk.
 Ditatapnya kepergian Lusi dengan hati masygul. Teman-temannya banyak yang memesan kue kering mereka. Bahkan banyak diantara mereka sedang dalam proses penjadwalan orderan. Kini semuanya harus dibatalkan. Dirinya tak kuasa menatap keletihan di wajah cantik adiknya. Padahal sehari-hari  Lusi tidak diperbolehkan mendekati kompor oleh Mbok Iyem. Kini setelah mereka  mulai membuka bisnis kue kering ini, adiknya nyaris tidak pernah istirahat. Bahkan sudah nyaris dua bulan mereka tidak saling menyetorkan hafalan Quran. Pantas saja adiknya yang lembut itu memberontak dan merajuk. Adiknya yang sangat mirip Mama kalau marah.
 “Ah, Mama, “desah Rasti penuh rindu.
Rasti menatap foto keluarga yang dipajang di ruang tamu. Saat foto itu dibuat, Kakek dan Nenek masih ada. Papa dan Mamanya juga masih terlihat rukun walau sibuk. Lusi masih SMP. Sedang dirinya SMA. Senyum mereka sekeluarga masih terlihat lebar dan tulus di foto itu. Tapi, mengapa semuanya berubah? Pikirnya sedih. Dulu dia tidak terlalu memusingkan pertemuannya yang jarang dengan kedua orang tuanya. Dulu ada Kakek dan Neneknya. Dulu rumah mereka terasa sangat nyaman. Namun kini, semuanya sunyi. Mungkin dulu rumah mereka berkah karena doa Kakek dan Neneknya yang rajin sholat malam. Tapi karena itulah dia membujuk Lusi untuk mengunjungi Mama di Jakarta. Dia ingin membujuk Mama agar bisa rujuk lagi dengan Papa-nya. Itu jugalah wasiat terakhir Nenek padanya. Dan Rasti akan melakukan semua yang dia bisa untuk menyatukan kedua orang tuanya kembali.{bersambung}

Tidak ada komentar:

Posting Komentar